Langsung ke konten utama

Menakar Data Stunting

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat satu pertanyaan dari seorang Lurah. Pertanyaannya sebetulnya sederhana tapi sangat mendasar. Bahkan pertanyaan itulah yang akhirnya menjadi alasan bagi seluruh tulisan ini.

“Berapa jumlah stunting di Kelurahan ini?”.

Sederhana dan sangat mendasar, kan? Tapi sampai pembicaraan kami selesai, pertanyaan Lurah tersebut tidak terjawab.

Meskipun pertanyaan tersebut diajukan kepada saya, yang notabene seorang Penyuluh KB, tapi wilayah kelurahan yang ditanyakan bukan binaan saya. Dengan kata lain, jangankan data stunting, data PUS atau bahkan nama-nama kader saja tidak saya ketahui.

Tanggapan saya kepada Lurah pada waktu itu, meski sesuai dengan kenyataan, tapi jelas tidak memuaskan. Bahkan setelah diingat-ingat lagi, jawaban saya terkesan seperti usaha untuk berkelit dari pertanyaan tersebut.

Saya menyebut bagaimana target penurunan prevalensi stunting secara nasional hingga 14% di tahun 2024. Kemudian saya membahas bagaimana Pendataan Keluarga 2021 (PK21) yang baru saja dilaksanakan sebagai usaha mengidentifikasi kasus sunting dalam skala mikro. Tapi sekali lagi semua itu tidak menjawab pertanyaan sederhana dan mendasar dari Lurah tersebut.

Akhirnya, setelah pertemuan selesai, pertanyaan itu tersimpan menjadi pekerjaan rumah yang harus ditemukan jawabannya.

***

Keberadaan data berperan penting dalam usaha percepatan penanganan stunting. Dengan data, tingkat resiko pada wilayah tertentu bisa dikenali atau penyebab apa yang punya andil besar dalam kemunculan kasus. Dari data pula bisa dievaluasi kemajuan yang didapat ketika intervensi sudah dilakukan.

Pada skala mikro, data malah bisa menjadi rujukan untuk agar semua kegiatan yang dilakukan bisa tepat sasaran. Sudah bukan hal yang asing lagi bagaimana beberapa program pembangunan kemudian menuai protes dari masyarakat karena dianggap menyasar sasaran yang keliru. Keadaan demikian adalah gambaran vitalnya data yang real dan valid dalam pelaksanaan kegiatan.

Lantas bagaimana dengan data stunting? Apakah data basis untuk penanganan stunting sudah memadai dan siap sebagai alat penentu kebijakan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, adalah defenisi operasional stunting. Berdasarkan pada Perpres 72 tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Defenisi ini menetapkan ukuran panjang/tinggi badan sebatas penanda saja, bukan indikator mutlak. Penetapan stunting atau tidaknya seorang anak harus pula memperhatikan factor gizi dan kesehatan lainnya. Status pendek yang disebabkan karena hal lain seperti faktor genetik tidak menyebabkan sesorang kemudian disebut stunting.

Akan tetapi ketika masuk pada data operasional, kondisi stunting hanya diukur berdasarkan ukuran fisiologi saja dengan menggabungkan antara status pendek dan status sangat pendek. Sebagai contoh kita lihat dua sumber yang sering dipakai, yakni Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Riset Kesehatan Dasar (Riksesdas). Kedua penelitian ini mengambil data status gizi berdasarkan pengukuran antropometri yang dalam hal stunting berarti indikatornya adalah tinggi atau panjang badan dan umur. Adapun faktor non-gizi tidak dijadikan indikator penyaring.

Untuk memberi gambaran makro tentang kondisi stunting, metode seperti ini sudah memadai. Akan tetapi ketika masuk ke cakupan yang lebih kecil, metode ini memiliki keterbatasan antara lain data stunting yang dihasilkan akan meluas dibanding definisi operasional yang sudah ditetapkan. Selain itu akan sulit menetapkan sasaran mikro untuk intervensi spesifik jika data yang ada tidak menyaring penyebab non-gizi.

Dari sini kita masuk kepada aspek kedua yaitu penyediaan data mikro. Berdasarkan ilustrasi pada pengantar dan gambaran mengenai data operasional di atas, bisa dikatakan bahwa persoalan data stunting berada pada cakupan mikro.

Pada kenyataannya, memang sangat sulit menemukan rujukan data untuk wilayah yang lebih kecil. Kedua sumber data di atas, pada hakikatnya menggambarkan kondisi pada skala nasional atau provinsi. Akan tetapi relevansinya untuk wilayah kabupaten ataupun wilayah yang lebih kecil lagi akan sulit dijadikan rujukan.

Di sisi lain, penyediaan data untuk rujukan intervensi memerlukan data mikro di tingkat desa/kelurahan atau bahkan tingkat keluarga. Hal ini tentunya untuk menghindari intervensi tidak tepat sasaran. Karena itu data ini perlu memuat kasus stunting by name by address. Begitu pula data sasaran potensial yang meliputi, PUS hamil dan menyusui, calon pengantin, remaja perempuan, dan keluarga resiko tinggi selayaknya tersedia sedetail mungkin.

Aspek terakhir sebagai pertimbangan dalam menakar data stunting adalah kebaruan data. Sebagaimana data demografis lainnya, data stunting adalah data yang dinamis. Sehingga perubahan data secara mikro bisa terjadi kapan saja. Penyebabnya bisa karena kelahiran, kematian bayi, reposisi kedudukan obyek terhadap data dan lain-lain.

Kebaruan data juga sangat mempengaruhi evaluasi. Data yang statis tak bisa digunakan untuk evaluasi karena tidak bisa menunjukkan perubahan yang dihasilkan oleh intervensi. Oleh karena itu data yang dinamis dan diperbarui secara rutin harus bisa disediakan dalam penanganan kasus stunting.

Sayang sekali untuk aspek dinamis dan terbarukan ini, data yang ada masih jauh dari kebutuhan. bahkan kadang-kadang ditemukan pembahasan tentang stunting dengan mengangkat data yang sudah beberapa tahun tanpa diperbarui.

Akan tetapi belakangan usaha untuk menyediakan data yang terbarukan mulai tampak. Termasuk dengan terbitnya Perpres No. 72 tahun 2021 yang di dalamnya terdapat inisiasi untuk pengadaan data base terpadu terkait isu stunting.

***

Kembali kepada ilustrasi di awal, data stunting untuk kelurahan tersebut sudah saya dapatkan. Tapi dengan berbagai alasan yang telah diulas di atas, data tersebut tidak akan saya sampaikan. Setidaknya saya masih akan menunggu data yang lebih representatif dan terjamin validitas dan aktualitasnya. Mungkin dari hasil PK21, dari hasil ePPBGM SIGIZI atau mungkin sumber lain sesuai dengan perkembangan penanganan stunting ke depannya. (ANH)

 

ARTIKEL INI TELAH TAYANG SEBELUMNYA DI WEBSITE BKKBN NTB PADA LINK INI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabupaten Sumbawa Mengirimkan Duta GenRe ke tingkat Provinsi

Pada tahap final pemilihan Duta GenRe NTB tahun 2019, Kabupaten Sumbawa diwakili oleh 2 orang remaja putri terbaiknya, Lani Melani dan Linda Yuliana. Lani adalah ketua PIK R Racik SMAN 1 Sumbawa sedangkan Linda adalah anggota PIK Risca SMAN 2 Sumbawa sekaligus ketua OSIS SMAN 2 Sumbawa. Keduanya termasuk dari 20 remaja yang telah melewati proses seleksi wal yang dilaksanakan di Dompu untuk Regional Pulau Sumbawa dan di Mataram untuk Regional Pulau Lombok. Lani Meilani Linda Yuliana Kedua siswi tersebut akan mengikuti proses seleksi tahap akhir yang berlangsung tanggal 18-20 April 2019 di Mataram. Kegiatan terdiri dari proses karantina yang diadakan di Hotel Golden Palace selama dua hari dan dilanjutkan dengan malam penganugrahan yang rencananya akan dilaksanakan di Atrium Lombok epicentrum Mall pada tanggal 20 April 2019. Sebelum diberangkatkan menuju kota Mataram, kedua nya telah mempersiapkan beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Diantaranya kedua siswi ini melakukan p

Sosialisasi R/I/PUS Online

R/I/PUS adalah register tingkat RT yang mencatat Identitas PUS yang berada di wilayah tertentu dan status kesertaan ber-KB mereka setiap bulannya. Register ini berbentuk lembaran formulir kertas yang diisi oleh para kader sub PPKBD. Dalam rangka mengefisiensikan pengisian R/I/PUS, Seksi Data P2KBP3A menginisiasi metode pengisian yang memanfaatkan layanan online Google Form. Hal inilah yang mendasari kegiatan sosialisasi pada hari Rabu 31/7 di kecamatan Moyo Hilir. Kegiatan yang dihadiri sub PPKBD se Kecamatan Moyo Hilir sejumlah 49 orang ini, dilaksanakan di Aula Kantor Camat Moyo Holir. Dalam pengantar yang disampaikan pada awal acara, Ka UPT KBPPPA Kecamatan Moyo Hilir, M Ridwan A.Md, mengapresiasi keaktifan para sub PPKBD dan mengharapkan agar kerja sama yang sudah terjalin bersama UPT dan PKB tetap dipertahankan. Sebagai penyaji dalam acara tersebut adalah Kepala Seksi Data DP2KBP3A, Neneng Erlina Indriyati, SE, ME. Dalam pemaparannya, Neneng menyampaikan manfaat pengis

KIKUKNYA PKB/PLKB PADA MASA KAMPANYE

Sehari setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan nomor urut pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024 melalui undian yang mana hasilnya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mendapat nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat nomor urut 3, tepatnya tanggal 15 November 2023, BKKBN mengeluarkan surat edaran Sekretaris Utama Nomor 17 Tahun 2023 tentang Netralitas bagi Pegawai ASN BKKBN dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024. Pun demikian jauh sebelumnya telah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) ini ditandatangani oleh sejumlah pejabat kunci pada bulan September 2022, termasuk Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat